Pakubuwana IV
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sri Susuhunan Pakubuwana IV (lahir di Surakarta, 2 September 1768 – meninggal di Surakarta, 2 Oktober 1820 pada umur 52 tahun) adalah raja ketiga Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1788 – 1820. Ia dijuluki sebagai Sunan Bagus, karena naik takhta dalam usia muda dan berwajah tampan.
Awal Pemerintahan
Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya, putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri keturunan sultan Demak. Ia dilahirkan tanggal 2 September 1768 dan naik takhta tanggal 29 September 1788, dalam usia 20 tahun.
Pakubuwana IV adalah raja Surakarta yang penuh cita-cita dan
keberanian, berbeda dengan ayahnya yang kurang cakap. Ia tertarik pada
paham Kejawen dan mengangkat para tokoh golongan tersebut dalam pemerintahan. Hal ini tentu saja ditentang para pejabat Islam yang sudah mapan di istana.
Para tokoh Kejawen tersebut mendukung Pakubuwana IV untuk bebas dari VOC dan menjadikan Surakarta sebagai negeri paling utama di Jawa, mengalahkan Yogyakarta.
Peristiwa Pakepung
Keadaan Surakarta semakin tegang. Para pejabat yang tersisih berusaha
mengajak VOC untuk menghadapi raja. Pakubuwana IV sendiri membenci VOC
terutama atas sikap residen Surakarta bernama W.A. Palm yang korup.
Residen Surakarta pengganti Palm yang bernama Andries Hartsinck
terbukti mengadakan pertemuan rahasia dengan Pakubuwana IV. VOC mulai
cemas dan menduga Hartsinck dimanfaatkan Pakubuwana IV sebagai alat
perusak dari dalam.
VOC akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada bulan November 1790 bersama mereka mengepung Keraton Surakarta.
Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut
menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasihat rohaninya.
Peristiwa ini disebut Pakepung.
Pakubuwana IV akhirnya mengaku kalah tanggal 26 November 1790 dengan menyerahkan para penasihatnya yang berpaham Kejawen untuk dibuang VOC.
Sikap terhadap Yogyakarta
Atas prakarsa VOC, maka Pakubuwana IV, Hamengkubuwana I dan
Mangkunegara I bersama menandatangani perjanjian yang menegaskan bahwa
kedaulatan Surakarta, Yogyakarta, dan Mangkunegaran adalah setara dan mereka dilarang untuk saling menaklukkan.
Meskipun demikian, Pakubuwana IV tetap saja menyimpan ambisi untuk mengembalikan Mataram-Yogyakarta ke dalam pangkuan Surakarta. Sejak tahun 1800 tidak ada lagi VOC karena dibubarkan pemerintah negeri Belanda. Sebagai gantinya, dibentuk pemerintahan Hindia Belanda yang juga dipimpin seorang gubernur jenderal.
Herman Daendels, gubernur jenderal Hindia Belanda sejak 1808,
menerapkan aturan yang semakin merendahkan kedaulatan istana. Dalam hal
ini Pakubuwana IV seolah-olah menerima kebijakan itu karena ia berharap
Belanda mau membantunya merebut Yogyakarta.
Pakubuwana IV juga pandai bersandiwara di hadapan Thomas Raffles, wakil pemerintah Inggris yang telah menggeser pemerintahan Hindia Belanda tahun 1811. Sementara itu Hamengkubuwana II (pengganti Hamengkubuwana I) terkesan kurang ramah terhadap bangsa asing.
Pakubuwana IV memanfaatkan kesempatan itu. Ia saling berkirim surat
dengan Hamengkubuwana II yang berisi hasutan supaya Yogyakarta segera
memberontak terhadap penjajahan Inggris. Harapannya, Yogyakarta akan
hancur di tangan Inggris.
Pihak Inggris lebih dulu mengambil tindakan. Pada bulan Juni 1812, istana Yogyakarta berhasil diduduki dengan bantuan Mangkunegara II. Hamengkubuwana II sendiri ditangkap dan dibuang ke Penang.
Persekutuan dengan Orang-Orang Sepoy
Surat-menyurat antara Pakubuwana IV dan Hamengkubuwana II terbongkar.
Pihak Inggris tidak menurunkan Pakubuwana IV dari takhta, tapi merebut
beberapa wilayah Surakarta.
Pakubuwana IV belum juga jera. Pada tahun 1814, ia bersekutu dengan kaum Sepoy dari India,
yaitu tentara yang dibawa Inggris untuk bertugas di Jawa. Tentara Sepoy
ini diajak Pakubuwana IV untuk memberontak terhadap Inggris, serta
menaklukkan Yogyakarta yang saat itu dipimpin Hamengkubuwana III.
Persekutuan ini kandas tahun 1815.
Sebanyak 70 orang Sepoy yang terlibat pemberontakan diadili pihak
Inggris. Sejumlah 17 orang di antaranya dihukum mati, sedangkan sisanya
dipulangkan ke India sebagai tawanan. Thomas Raffles juga membuang seorang pangeran Surakarta yang dianggap sebagai penghasut Pakubuwana IV.
Akhir Pemerintahan
Pakubuwana IV masih menjadi raja Surakarta tanpa diturunkan Inggris.
Sebaliknya, ia mengalami pergantian pemerintah penjajah, dari Inggris
kembali kepada Belanda tahun 1816.
Pakubuwana IV meninggal dunia tanggal 2 Oktober 1820. Ia digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana V.
Selain dikenal sebagai ahli politik yang cerdik, Pakubuwana IV juga
terkenal dalam bidang sastra, khususnya yang bersifat rohani. Ia
diyakini mengarang naskah Serat Wulangreh yang berisi ajaran-ajaran
luhur untuk memperbaiki moral kaum bangsawan Jawa.
Pujangga besar Ranggawarsita mengaku semasa muda ia pernah belajar beberapa ilmu kesaktian kepada Pakubuwana IV. Ranggawarsita sendiri merupakan cucu angkat Pangeran Buminoto, adik Pakubuwana IV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar